Sekarang ini, telah banyak penyakit baru bermunculan. Misalnya, HIV/AIDS, SARS maupun flu burung. Penyakit-penyakit tersebut cepat menjadi “populer” di kalangan masyarakat maupun kedokteran. Sehingga, banyak peneliti yang memfokuskan penelitiannya terhadap kasus penyakit tersebut, baik dalam mencari pencegahan maupun pengobatannya.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa masih ada pencegahan dan pengobatan yang perlu diperhatikan dalam kasus penyakit yang sederhana. Misalnya, diare. Sebab, walaupun diare merupakan suatu kasus sederhana, tetapi bila tidak ditangani dengan baik akan dapat menimbulkan akibat yang fatal.

Adapun pengertian dari diare adalah peningkatan frekuensi pengeluaran feses dan kekentalan feses yang abnormal, yaitu lebih encer(70%-95% air terkandung dalam feses dan berat feses >250 g). (Sumber : Robbins Basic Pathology 8th Edition:605)

Ada berbagai organisme penyebab diare, diantaranya bakteri, virus, jamur, protozoa dan cacing. Patogenesis setiap kuman penyebab diare juga berbeda sehingga karakteriktik diare yang ditimbulkan juga berbeda. Hasil pemeriksaan laboratorium(terutama feses) dapat membantu menegakkan diagnosa secara spesifik mengenai jenis dan spesies yang menyebabkan diare yang diderita.

Ada beberapa hal yang masih belum jelas tentang apakah kista ataukah tropozoit yang ditemukan dalam feses penderita diare akibat infeksi Entamoeba histolytica. Pada pleno pakar dijelaskan bahwa, feses penderita bisa mengandung tropozoit maupun kista. Tetapi yang teramati pastilah kista sebab bentuk tropozoit tidak tahan terhadap lingkungan sehingga akan mati dalam beberapa jam saja.

Entamoeba histolytica is an anaerobic parasitic protozoan, part of the genus Entamoeba.Predominantly infecting humans and other primates, E. histolytica is estimated to infect about 50 million people worldwide.

Protozoa intestinal terdiri atas amebae, flagellata, dan cilliata. Termasuk amebae intestinal adalah Entamoeba histolytica, Entamoeba coli, Entamoeba hartmanni, Endolimax nana, Iodamoeba butschlii,Dientamoeba fragilis, dan Blastocystis hominis.

Amebae berasal dari filum Sarcomastigophora, order Amoebida, dan Famili Amoebidae. Amebae memiliki karakteristik umum berupa gerak ameboid yang ditimbulkan oleh adanya pseudopodia yang bertindak sebagai alat lokomotornya. Hampir semua amebae memiliki dua bentuk, yakni bentuk trofozoit dan kista. Bentuk trofozoit adalah bentuk yang aktif bergerak, makan dan bereproduksi, namun tidak mampu bertahan di luar tubuh hospes. Bentuk kista adalah bentuk yang domain, tahan tanpa makan, dan bertanggung jawab terhadap penularan penyakit. Dari sekian banyak amebae intestinal, hanya Entamoeba histolytica yang bersifat patogen, sedangkan yang lainnya non patogen.

distribusi Worldwide, 10% dari populasi dunia terinfeksi dengan E. Histolytica, tinja survei di AS menunjukkan bahwa 5% dari populasi E. histolytica, insiden yang lebih tinggi di daerah-daerah tropis dengan sanitasi yang buruk, di antara pria homoseksual.

Amebiasis sebagai penyakit disentri yang dapat menyebabkan kematian di kenal sejak 460 tahun sebelum masehi oleh Hippocrates. Parasitnya, yaitu Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh losch (tahun 1875) dari tinja disentri seorang penderita di Leningrad, rusia. Pada autopsy, Losch menemukan Entamoeba histolytica stadium trofozoid dalam ulkus usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit dengan kelainan ulkus tersebut.

Kartulis (1887 ), beliau dapat menerangkan hubungan antara entamoeba histolitica dengan penyakit disentri.

Pada tahun 1893 Quinche dan Roos menemukan Entamoeba histolytica stadium kista, sedangkan Schaudinn (1903) memberi nama spesis Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan ameba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli.

Walker dan sellard ( 1923 ), beliau menyelidiki tentang patogenitas dari Entamoeba histolitica, dengan percobaan-percobaan yang dikerjakan di philipina, dan hasilnya dapat menerangkan patogenitasnya yang dianut sampai sekarang.

Dablew dan Elsdew (1925 – 1926 ), beliau melakukan percobaan-percobaan dengan kultura (culture) dengan memakai media yang mempunyai suasana anaerobik, ternyata entamoeba histolitica dapat berkembang biak dengan baik, akan tetapi sifatnya menjadi non patogen.

Penyakit yang disebabkan : amebiasis ( infeksi usus besar )

Hospes                               : manusia

B. MORFOLOGI – EPIDEMIOLOGIS

1. morfologi

(1) Bentuk tropozoit :
– Besarnya 15-60 mikron,

– ektoplasma

berwarna jernih dan homogen berfungsi untuk pergerakan, menangkap makanan dan membuang sisa-sisa makanan, serta sebagai alat pernafasan ,dan alat proteksi,

– endoplasma

dengan vakuol-vakuol (berbutir halus), mengandung sel darah merah, ada eritrosit, berfungsi sebagai pencernaan makanan dan menyimpan makanan.

– nukleus (inti)

Didalam nya terlihat adanya nukleolus = endosom = kariosom dan terletaknya ditengah-tengah, halo, merupakan zone yang jernih mengelilingi kariosom, selaput inti merupakan khromatin yang jernih mengelilingi kariosom,

– Bentuk ini berkembangbiak secara belah pasang di jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut, sesuai dengan nama spesiesnya Entamoeba histolytica (histo = jaringan, lysis = hancur).

(2) Bentuk minuta :
– Besarnya 10-20 mikron,

– ektoplasmanya tidak kelihatan

– mempunyai satu inti Entamoeba dengan kariosom letak sentral,

– endoplasma dengan vakuol-vakuol (berbutir-butir) yang tidak mengandung sel darah merah tetapi mengandung bakteri dan sisa makanan, tanpa eritrosit.

3) Bentuk kista :
– Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar;

– Besarnya 10-20 mikron,

– inti mempunyai lensa ditepi, karena terdesak glikogen vakuale yang besar dikelilingi kromidial yang berbentuk batang

– dinding kista dibentuk dari ektoplasma dan berfungsi sebagai pelindung

– kista tidak bergerak dan juga tidak makan

– kista berkembang biak dengan dengan jalan membelah, mula-mula kista berinti 1 menjadi kista berinti 2, selanjutnya kista berinti 2 menjadi kista berinti 4

Kista ini berfungsi: infeksius menular, dan biasanya tidak mempunyai glikogen vakuola

– stadium kista didapatkan dalam lumen usus, bersama feses yang berbentuk agak padat, sedangkan stadium tropozoit dan prekista sebagai penyebaran penyakit disentri amebiasis.

2. epidemiologi

Amebiasis terdapat di seluruh dunia. Pravelensi tertinggi terutama di daerah-daerah tropik dan subtropik, khususnya di negara yang keadaan sanitasi lingkungan dan keadaan sosio-ekonominya buruk. Penelitian epidemiologi memperlihatkan bahwa rendahnya status sosial ekonomi dan kurangnya sanitasi merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi. Amebiasis ditularkan oleh pengandung kista. Stadium kista matang adalah bentuk infektif. Seorang pengandung kista yang menyajikan makanan (food handler) bila hygene perorang kurang baik dapat merupakan sumber infeksi. Sayuran yang ditanam dengan menggunakan tinja manusia sebagai pupuk, bila tinja tersebut mengandung kista maka sayuran akan terkontaminasi.

Parasit entamoeba histolitika bersifat kosmopolit, tersebar di seluruh dunia terutama di daerah tropik dan subtropik dengan prevalensi pada daerah tropik dan subtropik 0,5-50%, di indonesia (endemis)10-18%, sedangkan di RRC, Mesir, india, belanda sebesar 10,1-11,5% di eropa utara 5-20%, dan di eropa selatan 20-51%. Indonesia merupakan salah satu negara daerah endemis kasus ameba prevalensi lebih tinggi di daerah pedesaan jika dibanding dengan perkotaan.

C. SIKLUS HIDUP

– kista matang dikeluarkan bersama tinja

– infeksi entamoeba histolitica oleh kista matang berinti empat

– feses mengontaminasi makanan, air, atau tangan . terjadi ekskitasi

– di dalam usus dan berbentuk tropozoit

– Selanjutnya bermigrasi ke usus besar.

– tropozoit memperbanyak diri dengan cara membelah diri (binary fission ) dan menjadi kista, menumpang di dalam feses, karena dapat mempertahankan dirinya, kista akan bertahan beberapa hari sampai berminggu-minggu pada keadaan luar dan menjadi penyebab penularan. ( bentuk tropozoit selalu ada pada feses diare, namun dengan cepat dapat dihancurkan oleh tubuh, dan jika tertelan bentuk ini tidak dapat bertahan saat melewati lambung).

– dalam banyak kasus, tropozoit akan kembali berkembang menuju lumen usus ( noninvasise infection) pada carrier yang asimtomatik.

– kista ada dalam fesesnya. Pasien diinfeksi oleh tropozoit di dalam mukosa usus.( intestinal disease), atau, menuju aliran darah, secara ekstra intestinal menuju hati, otak, dan paru.(extraintestinal disease), dengan berbagai kelainan patogenik.

D. CARA PENULARAN

Entamoeba histolytica tersebar sangat luas di dunia. Penularan umumnya terjadi karena makanan atau minuman yang tercemar oleh kista ameba. Penularan tidak terjadi melalui bentuk trofozoit, sebab bentuk ini akan rusak oleh asam lambung. Kista Entamoeba histolytica mampu bertahan di tanah yang lembab selama 8-12 hari, di air 9-30 hari, dan di air dingin (4ºC) dapat bertahan hingga 3 bulan. Kista akan cepat rusak oleh pengeringan dan pemanasan 50ºC. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh kista melalui cara-cara berikut ini:

1. persediaan air yang terpolusi

2. tangan infected food handler yang terkontaminasi

3. kontaminasi oleh lalat dan kecoa

4. penggunaan pupuk tinja untuk tanaman

5. higiene yang buruk, terutama di tempat-tempat dengan populasi tinggi, seperti asrama, rumah sakit, penjara, dan lingkungan perumahan.

Penularan yang berlangsung melalui hubungan seksual biasanya terjadi di kalangan pria homoseksual.

E. PATOLOGI DAN GEJALA KLINIK

1. Primer : intestinal

Pada fase ini penderita mengalami amebiasi intestinal. Organ yang diserangnya terutama baguan sekum dan bagian-bagian lain yang sangat bergantung pada resistensi hospes., virulensi dari strain emeba, kondisi lumen usus/dinding usus ( infeksi atau tidaknya dinding usus ) , kondisi makanan, (jika makanan banyak mengandung karbohidrat, ameba tersebut menjadi patogen) , dan keadaan flora dan normal usus.

Interaksi ameba dengan bakteri-bakteri tertentu akan mengaktifkan sifat ameba sehingga menimbulkan lesi pada usus yang umumya sampai mencapai mukosa. Gambaran lesi pada usus (mukosa) menunjukkan nekrosis tanpa reaksi peradangan, kecuali ada infeksi sekunder.

Pada keadaan lanjut, proses ini dapat sampai ke submukosa dan dari sini ameba masuk ke sirkulasi darah, selanjutnya akan timbul lesi-lesi ekstra- intestinal. Bentuk lesi berupa settle neck ulcus. Infeksi sekunder biasanya oleh kuman-kuman clostridium perfringens, Shigella, dan umumnya berprognosis buruk karena terjadi ganggren usus, dan sering menyebabkan kematian. Pada ulkus yang dalam ini juga dapat menyebabkan perforasi sehingga prognosisnya menjadi buruk.

2. Sekunder : ekstra-intestinal

Ini terjadi pada amebiasis ekstra-intestinal. Proses ekstra-intestinal ini dapat terjadi akibat penyebaran parasit secara hematogen. Organ yang sering terkena adalah hati yang menimbulkan amebik hepatis dan selanjutnya menimbulkan abses hepatikum. Abses hepatikum ini dapat tunggal atau multipel dan terjadi pada 85% lobus hati. Selanjutnya dapat terjadi pula ameba ekspansi karena pecahnya abses hati atau penyebaran melalui hematogen, ke pleura , paru, kulit. Ulserasi pada sigmoid dan rektum dapat menyebabkan komplikasi atau ekspansi ke vagina bagi penderita wanita. Proses amebiasis ekstra-intestinal dapat terjadi sebagai berikut;

a. amebiasis hati terjadi karena abses hati terutama pada postesuperior lobus kanan, dengan gejala klinis nyeri daerah hipokondrium kanan, demam disertai ikterus, hepatomegali (diare dan disentri negatif), jika tidak diobati abses berkembang ke berbagai arah yang akan menyebabkan abses organ sekitar. Komplikasi pecahnya abses hati kanan mengakibatkan kelainan kulit , paru, rongga pleura kanan, diafragma, dan rongga peritonium.

b. amebiasis kulit terjadi karena abses hati kanan pecah sehingga mengakibatkan granuloma kutis.

c. amebiasis paru terjadi karena abses hati kanan pecah, kemudian masuk ke daerah organ paru , menyebabkan sputum menjadi berwarna cokelat merah tua dan dapat ditemukan tropozoit pada bahan sputum.

e. amebiasis pleura kanan terjadi karena abses hati kanan pecah dan menyerang empiema toraks.

f. Diafragma terkena jika abses hati kanan pecah, kemudian terjadi abses subfrenik.

g. rongga peritonium dapat terkena jika abses hati kanan pecah dan menyerang bagian rongga peritonium sehingga menyebabkan peritonitis umum.

h. amebiasis serebral terjadi karena komplikasi dari abses hati atau dari paru ( kasus jarang)

i. abses limpa, terjadi karena komplikasi amebiasis hati atau penularan langsung dari tropozoit kolon.

Jika komplikasi terjadi karena pecahnya abses hati kiri, akan terjadi kelainan pada daerah lambung, ronggs perikardium , kulit, dan rongga pleura kiri, yang mengakibatkan gejala klinis pada lambung (dapat terjadi hematemesis), rongga perikardium (perikarditis purulen yang dapat menyebabkan kematian), atau amebiasis organ lain (ambiasis paru).

F. DIAGNOSIS

Pada amebiasis akut, diagnosis laboratorium dilakukan dengan memeriksa feses penderita secara makrokopis dan mikrokopis. Secara makrokopis, feses pada penderita amebiasis positif nampak berwarna merah tua, berlendir, dan bau menyengat. Secara mikrokopis ditemukan Entamoeba histolitika terutama bentuk tropozoit. Pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah leukosit.

Pada pemeriksaan laboratorium amebiasis kronis (asimtomatik dan carrier), secara makrokopis feses nampak normal, dan secara mikrokopis umumnya dijumpai bentuk kista entamoeba histolitika . diagnosis pada amebiasis hati dapat dilakukan dengan melakukan biopsi jaringan atau aspirasi abses dan pemeriksaan feses.

G. PENGOBATAN

Obat untuk gangguan yang disebabakan oleh Entamoeba histolitika antara lain :

-Nimorazol                                                  : dewasa 2 gram/hari selama 5 hari ( amebiasis usus), anak 30-40 mg/kg BB/hari selama 5 hari (amebiasis usus), untuk amebiasis hati diberikan selama 10 hari

– ornidazol                                                  : dewasa 2×1 gram/hari selam 3 hari, anak: 50 mg/kg BB/hari selama 5 hari

– tinidazol                                                   : 2 gram (dosis tunggal) selama 2-3 hari

– Metronidazol                                           : dewasa 2×1 gram selama 2-5 hari atau 3×750 mg selama 5-10 hari, anak 50 mg/kg BB/ hari selama 5-10 hari

– Seknidazol                                                : dewasa 3×500 mg selama 3 hari ( amebiasis usus), anak 25 mg/kg BB/hari selama 3 hari. untuk amebiasis hati diberikan selama 5-10 hari

– Dehidrenemiten dihidroklorida              :1-1.5 mg/kg BB/hari injeksi

– clefamid                                                  : 3×500 mg selama 10-20 hari

H. PENCEGAHAN

cara mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh Entamoeba histolitica antara lain sebagai berikut :

1.Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan daging ikan), buah dan   melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.

2.Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.

3.Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.

4.Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.

5.Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.

6.Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit.

Sumber pustaka

 Parasitologi untuk keperawatan / H.M. Muslim Penerbit Buku Kedokteran 2009

Parasitologi medik penerbit pusat pendidikan tenaga kesehatan 1989